Oktober 2011

Jumat, 07 Oktober 2011

SMS = Sembrono Marakne Sengsoro 0 komentar



Tertegun saya membaca berita di liputan6.com. Berita seperti ini sudah sering kita baca di media massa, tetapi kenapa terus saja terjadi. Terulang lagi dan terulang lagi. Coba kita cermati petikan berita berikut ini :
“Seorang warga Lamongan, Jawa Timur, tewas setelah sepeda motor yang dikendarainya menabrak truk yang sedang parkir di jalur poros Surabaya-Lamongan, Senin (12/9/2011). Korban bernama Muthosim, warga Desa Brangsi, Lamongan. Muthosim meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.
Menurut saksi mata, korban mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Namun saat itu korban terlihat tengah asyik menggunakan telepon genggam (HP). Akibatnya korban tidak menyadari di depannya ada sebuah truk yang sedang parkir. Tabrakan pun tak terelakan”.
Astaghfirullahal azhim. Mati memang takdir dan rahasia Ilahi. Namun kewajiban manusia adalah bertindak, berbuat, beraktivitas dengan baik dan benar. Untuk itulah Tuhan berikan akal dan hati kepada kita, agar bisa berpikir dan merasakan.
Betapa sering kita menyaksikan pemandangan, orang naik motor dengan laju cukup kencang, sambil menelpon atau membaca dan membalas sms. Ada pula yang menyetir mobil sambil membaca dan membalas sms. Bahkan ada teman yang sangat bangga bisa membongkar pasang baterai HP, mengambil dan mengganti simcard dari HP, sembari menyetir mobil. Ia sering melakukan hal itu, dan baginya itu biasa saja.
Sembrono, itulah ungkapan yang tepat untuk menggabarkan kondisi tersebut. Sebuah perilaku yang menggampangkan dan meremehkan resiko. Padahal resiko itu bukan hanya mengenai dirinya, namun juga membahayakan keselamatan jiwa orang lain.
Berhentilah sejenak, jika memang ingin menelpon atau menerima telepon. Berhenti, menepi, mencari posisi parkir yang nyaman. Lalu anda membuka HP, berbalas sms. Setelah selesai, barulan anda berkendaraan lagi. Bukankah hanya memerlukan waktu sebentar saja, namun lebih menjamin keselamatan ? Atau jika memang sedang dalam kondisi tergesa-gesa, karena harus segera sampai ke tempat tujuan, jangan balas sms, jangan terima telepon, saat anda mengendarai sepeda motor. Nanti sesampai di tempat tujuan baru membuka HP, menelpon atau berbalas sms.
Sayangi nyawa anda yang hanya satu. Namun jika sudah tidak mau menyayangi nyawa anda lagi, hormatilah hak hidup orang lain. Jangan korbankan hak hidup masyarakat pengguna jalan raya, akibat perbuatan sembrono yang anda lakukan.

Minggu, 02 Oktober 2011

AIR MATA SAYA MENETES DI RUMAH DR HIDAYAT NURWAHID 0 komentar




Bismilaahhir Rahmaanir Rahiim,

Beberapa hari yang lalu saya berkesempatan untuk ikut dalam acara buka bersama dengan Ketua MPR-RI, DR Muhammad Hidayat Nurwahid, MA di rumah dinasnya, kompleks Widya Chandra dengan beberapa ikhwah. Ketika saya masuk ke rumah dinas beliau tsb, maka dalam hati saya bergumam sendiri: Alangkah sederhananya isi rumah ini.

Saya melihat lagi dengan teliti, meja, kursi2, asesori yg ada, hiasan di dinding. SubhanaLLAH, lebih sederhana dari rumah seorang camat sekalipun. Ketika saya masuk ke rumah tsb saya memandang ke sekeliling, kebetulan ada disana Ketua DPR Agung Laksono, Wk Ketua MPR A.M Fatwa, Menteri Agama, dan sejumlah Menteri dari PKS (Mentan & Menpera) serta anggota DPR-RI, serta pejabat-pejabat lainnya.

Lagi-lagi saya bergumam: Alangkah sederhananya pakaian beliau, tidak ada gelang dan cincin (seperti yang dipakai teman-teman pejabat yangg lain disana). Ternyata beliau masih ustadz Hidayat yg saya kenal dulu, yang membimbing tesis S2 saya dengan judul: Islam & Perubahan Sosial (kasus di Pesantren PERSIS Tarogong Garut). Terkenang kembali saat-saat masa bimbingan penulisan tesis tersebut, dimana saya pernah diminta datang malam hari setelah seharian aktifitas penuh beliau sebagai Presiden PKS, dan saya 10 orang tamu yang menunggu ingin bertemu.

Saya kebagian yg terakhir, ditengah segala kelelahannya beliau masih menyapa saya dengan senyum : MAA MAADZA MASAA’ILU YA NABIIL? Lalu saya pandang kembali wajah beliau, kelihatan rambut yang makin memutih, beliau bolak-balik menerima tamu, saat berbuka beliau hanya sempat sebentar makan kurma dan air, karena setelah beliau memimpin shalat magrib terus banyak tokoh yg berdatangan, ba’da isya & tarawih kami semua menyantap makanan, tapi beliau menerima antrian wartawan dalam & luar negeri yang ingin wawancara.

Tidak terasa airmata ana menetes, alangkah jauhnya ya ALLAH jihad ana dibandingkan dengan beliau, saya masih punya kesempatan bercanda dengan keluarga, membaca kitab dsb, sementara beliau benar-benar sudah kehilangan privasi sebagai pejabat publik, sementara beliaupun lebih berat ujian kesabarannya untuk terus konsisten dalam kebenaran dan membela rakyat. Tidaklah yang disebut istiqamah itu orang yang bisa istiqamah dalam keadaan di tengah-tengah berbagai kitab Fiqh dan Hadits seperti ana yang lemah ini.

Adapun yang disebut istiqamah adalah orang yg mampu tetap konsisten di tengah berbagai kemewahan, kesenangan, keburukan, suap-menyuap dan lingkungan yang amat jahat dan menipu. Ketika keluar dari rumah beliau saya melihat beberapa rumah diseberang yang mewah bagaikan hotel dengan asesori lampu-lampu jalan yg mahal dan beberapa buah mobil mewah, lalu ana bertanya pada supir DR Hidayat : Rumah siapa saja yg diseberang itu? Maka jawabnya : Oh, itu rumah pak Fulan dan pak Fulan Menteri dari beberapa partai besar. Dalam hati saya berkata: AlhamduliLLAH bukan menteri PKS. Saat pulang saya menyempatkan bertanya pada ustadz Hidayat: Ustadz, apakah nomor HP antum masih yang dulu?

Jawab beliau: Benar ya akhi, masih yg dulu, tafadhal antum SMS saja ke ana, cuma afwan kalo jawabannya bisa beberapa hari atau bahkan beberapa minggu, maklum SMS yang masuk tiap hari ratusan ke saya. Kembali airmata saya menetes. alangkah beratnya cobaan beliau & khidmah beliau untuk ummat ini, benarlah nabi SAW yang bersabda bahwa orang pertama yang dinaungi oleh ALLAH SWT di Hari Kiamat nanti adalah Pemimpin yang Adil. Sambil berjalan pulang saya berdoa : Ya ALLAH, semoga beliau dijadikan pemimpin yang adil dan dipanjangkan umur serta diberikan kemudahan dalam memimpin negara ini. Aaamiin ya RABB.

Penulis: Ust Nabil Almusawa

Jangan Terlalu Lama Komunikasi Melalui Handphone 0 komentar



Oleh : Cahyadi Takariawan
Kemarin sore (Sabtu 24 September 2011) saya melakukan pemeriksaan kesehatan di AMC (Asri Medical Center) Yogyakarta. Keluhan yang saya sampaikan kepada dokter ahli THT di AMC adalah gangguan di telinga kanan saya. Beberapa waktu terakhir ini, telinga kanan saya dan wilayah di sekitarnya, terasa sangat tidak nyaman. Seperti berdenging, atau semacam merasa pusing, terutama saat menerima telepon melalui handphone. Dan itu berlangsung dalam waktu lama, tidak segera hilang.
Dokter Asti Widuri, Sp.THT yang memeriksa saya di AMC menanyakan berbagai hal untuk mencoba menganalisa gejala yang saya alami. Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik. Kesimpulan dokter Asti, secara fisik, telinga saya normal dan berfungsi baik. Sehingga tidak ada masalah dengan telinga kanan secara fisik.
Beliau menyampaikan analisa, bahwa sangat mungkin gejala yang saya rasakan disebabkan oleh karena saya “terlalu sering menggunakan handphone dalam waktu yang lama”. Sepertinya memang benar seperti itu. Saya termasuk orang yang sering menggunakan handphone, dan durasinya kadang bisa satu jam lebih sekali telpon.
Ketika menerima konsultasi tentang pernikahan dan keluarga di Jogja Family Center (JFC), kadang melalui handphone. Namanya orang curhat sambil konsultasi, kadang memakan waktu sepuluh menit, kadang sampai tiga puluh menit. Tidak terasa waktu berjalan, yang saya rasakan adalah handphone mulai hangat, suhunya meningkat. Telinga saya juga terasa hangat, walaupun saya sudah memindah handphone dari telinga kiri ke kanan dan seterusnya.
Kadang “terpaksa” berbicara melalui handphone dalam waktu lama, lebih dari satu jam, karena mengisi acara teleconference, atau pengajian jarak jauh. Rekan-rekan IMSA (Indonesia Moslem Society in America) beberapa kali meminta saya mengisi acara teleconference dengan tema pernikahan dan keluarga, dengan audiens warga masyarakat Indonesia yang tinggal di berbagai wilayah Amerika. Saya sedang berkegiatan di Jakarta, sembari naik taksi menuju bandara Soekarno Hatta, satu jam lebih mengisi teleconference tersebut melalui handphone.
Pernah pula teleconference saya lakukan sambil mengantarkan anak-anak saya bermain di sebuah arena bermain anak di Yogyakarta. Sembari menemani dan mengawasi anak-anak saya bermain, sekaligus mengisi acara teleconference untuk IMSA sekitar satu jam. Telinga saya terasa hangat –bahkan cenderung panas– saking lamanya menggunakan handphone.
Ternyata dampaknya mulai saya rasakan sekarang. Dokter Asti Widuri menyampaikan bahwa secara medis, yang dianggap merupakan bahaya atau resiko kesehatan dari penggunaan handphone hanyalah efek termal saja, tidak lebih dari itu. Sebab berbagai penelitian yang sampai kepada kesimpulan resiko kesehatan hingga taraf non-termal, seperti peningkatan resiko tumor, kanker dan lain sebagainya, belum disertai dengan bukti yang meyakinkan.
Usai berdialog dan memeriksa, dokter Asti memberikan resep yang harus saya konsumsi untuk mengobati gejala yang saya alami di telinga kanan. Pesan beliau tentu saja, kurangi penggunaan handphone. Ini yang sangat sulit saya lakukan.
Kontroversi Resiko Kesehatan
Sepulang periksa kesehatan dari AMC, saya segera mencoba mencari referensi mengenai resiko kesehatan radiasi elektromagnetik yang bisa dimunculkan oleh penggunaan handphone. Sangat mudah mencari informasi melalui google mengenai tema ini. Salah satu yang menarik bagi saya adalah informasi dari CK Cybers yang bertajuk “Radiasi Elektromagnetik Handphone” (http://cakkablog.blogspot.com).
Walaupun termasuk postingan lama, namun tetap memberikan informasi aktual bagi saya. Ternyata penggunaan radio bergerak frekuensi tinggi masih menimbulkan perdebatan di kalangan pakar: apakah radiasi frekuensi tinggi mengandung resiko kesehatan bagi manusia? Pakar yang kritis mengatakan “ya”. Pendapat mereka disokong dengan bukti bahwa semakin banyak orang mengeluhkan gangguan tidur, sakit kepala atau ‘tidak enak badan’ secara umum.
Masalah-masalah kesehatan ini tidak dapat dijelaskan hanya dengan efek termalnya –yaitu pemanasan jaringan tubuh manusia akibat radiasi frekuensi tinggi. Efek yang jauh lebih buruk seperti menimbulkan kanker juga dituduhkan pada radiasi frekuensi tinggi.
Sejumlah penelitian besar telah dilakukan untuk menggali bukti-bukti penting. WHO pun turun tangan dengan melakukan riset. Jajak pendapat yang dilakukan oleh Interphone di bawah payung WHO ini dilakukan di 13 negara dengan jumlah responden 15.000 orang. Kesimpulannya: Ponsel dan telepon DECT (Digital Enhanced Cordless Telecommunications) tidak meningkatkan risiko tumor ganas walau digunakan setiap hari secara intensif. Seringnya penggunaan maupun dekatnya jarak ke base station DECT –misalnya di sisi tempat tidur–  tidak akan mempengaruhi jumlah penderita kanker.
Dalam hasil penelitian di negara lain yang telah lebih dulu dipublikasikan, para ilmuwan sampai pada kesimpulan yang sama. Ini menumbuhkan harapan bahwa radiasi frekuensi tinggi tidak memiliki efek penimbul kanker pada manusia.
Hingga kini, yang jelas terbukti baru efek termal radiasi.  Efek ini menyebabkan suhu tubuh manusia meningkat 1 derajat Celsius atau kurang, dan menurut mereka ini tidak berbahaya bagi kesehatan.
Selain itu daya tembus radiasi ke dalam tubuh juga penting. Semakin tinggi frekuensi radiasi, semakin rendah daya tembusnya. Pada ponsel dalam jaringan D 900 MHz, radiasi masuk hingga 2,5 cm, sementara pada jaringan E 1.800 MHz, hanya 1 cm.
SAR, Specific Absorption Rate
CK Cybers juga mengungkapkan, bahwa pada tahun 2001 semua produsen utama telah menyepakati sebuah proses pengukuran untuk menentukan beban radiasi dari ponsel yang disebut SAR (Specific Absorption Rate). Nilai ini menunjukkan intensitas radiasi dalam satuan Watt, yang dipancarkan sebuah ponsel ke dalam kepala pada power transmisi maksimal. Intensitas ini dibagi dengan berat tubuh manusia.
Oleh karena pengukuran realistis dalam kepala manusia tidak dapat dilakukan, digunakan sebuah kepala buatan yang disebut ‘Phantom’. Di dalamnya terdapat sensor-sensor yang mencatat radiasi ponsel. Dalam interval waktu 6 menit, radiasi maksimal dikonversi menjadi nilai SAR.
Semakin rendah nilai SAR, semakin lemah radiasi yang dipancarkan ponsel dalam kasus ekstrem. Jika nilai ini di bawah nilai batas yang ditentukan (2,0 W/kg untuk bagian tubuh termasuk kepala atau 0,08 W/kg untuk seluruh tubuh), model ponsel tersebut baru boleh dipasarkan.
Saya baru tahu ada yang namanya SAR setelah membaca postingan di CK Cybers. Inipun terjadi setelah saya mengalami gangguan kesehatan dan harus memeriksakan diri ke dokter spesialis THT di AMC. Ternyata, ada sangat banyak hal yang tidak saya ketahui tentang handphone selama ini.
Tips Mengurangi Resiko Radiasi Elektromagnetik
Berikutnya, yang disarankan oleh CK Cybers adalah beberapa tips untuk mengurangi resiko radiasi elektromegnetik bagi kesehatan.
  1. Hindari percakapan bila penerimaan buruk, karena ponsel akan mengirim sinyal dengan tenaga maksimal untuk mencapai tiang relay.
  2. Bicara singkat dan jelas. Percakapan yang lama meningkatkan radiasi dalam kepala. Jika perlu gunakan sms, waktu kirim singkat dan radiasi tidak mengarah ke kepala.
  3. Jangan bertelepon dalam mobil. Rangka mobil dapat memantulkan sinyal. Untuk mengatasinya ponsel harus mengirim sinyal lebih kuat dan berarti meningkatkan beban radiasi.
  4. Gunakan handsfree. Headset bluetooth radiasinya lebih rendah dibanding tanpa headset. Lebih baik lagi menggunakan handsfree dengan kabel.
  5. Ketika membeli ponsel perhatikan agar nilai SAR-nya serendah mungkin di bawah 1,0 W/kg seperti pada banyak model baru. Sebagai perbandingan sertifikasi lingkungan ‘Blue Angel’ mengijinkan hingga 0,6 W/kg.
Wah, ternyata semua bahaya dan resiko ada di sekitar kita, dari kebiasaan keseharian yang kita lakukan. Selama ini saya tidak pernah menggunakan handsfree dengan alasan kepraktisan. Saya juga sering menelpon melalui handphone di mobil. Bahkan ketika membeli handphone, saya tidak pernah peduli dengan SAR. Saya hanya peduli dengan selera dan harga, ternyata harus memperhatikan berbagai hal sebelum memutuskan membeli handphone.
Semakin terbukti, ilmu menjadi kunci utama segala sesuatu.

Biji Gandum dan Kepemimpinan 0 komentar


Oleh : Cahyadi Takariawan

Ternyata, kondisi hasil panen berkaitan dengan kepemimpinan suatu negara. Hasil panen biji gandum, bisa digunakan untuk mengukur dan mengetahui sejauh mana keadilan telah ditegakkan dalam kehidupan.  Ibnul Qayyim dalam kitab Zaadul Ma’ad menuturkan :
“Sungguh, dahulu biji-bijian, baik gandum atau lainnya lebih besar dibanding yang ada sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada padanya lebih banyak. Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa telah ditemukan di gudang sebagian khalifah Bani Umawiyyah sekantung gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya :  Ini adalah gandum hasil panen pada masa keadilan ditegakkan.”
Pada masa itu belum dikenal ilmu rekayasa genetika atau rekayasa biologi pada umumnya, yang memungkinkan semua buah dan biji memiliki ukuran sesuai yang kita inginkan. Biji-bijian pada waktu itu tumbuh alami, tanpa ada sentuhan rekayasa. Maka masyarakat bisa memberikan penilaian dan perbandingan.
Ada masa dimana biji-bijian berbentuk lebih besar, panen lebih banyak, sehingga memberikan kemanfaatan yang juga lebih banyak. Namun pernah dijumpai biji-bijian semakin mengecil, hasil panen tidak bagus, sehingga berkurang pula nilai kemanfaatannya. Ibnul Qayyim al Jauzy menyebutkan, pengaruh tegaknya keadilan dengan bagusnya hasil panenan.
Keadilan sudah barang tentu terkait dengan pemimpin, pemerintahan dan kepemimpinan. Apabila pemimpin berlaku adil, pemerintah menerapkan keadilan bagi seluruh warga masyarakat, ternyata berdampak kepada kemakmuran dan kesejahteraan. Kuncinya, para pemimpin harus menegakkan keadilan, maka masyarakat akan mendapatkan kesejahteraan.
Jadi bagaimana jika masih banyak kita jumpai petani yang kelaparan padahal selalu menanam padi ? Kita jumpai nelayan yang kesulitan makan padahal setiap hari menangkap ikan ? Kuli dan buruh yang kesulitan hidup padahal setiap hari bekerja keras? Evaluasi dimulai dari para pemimpin, sudahkah berlaku adil, sudahkah menegakkan keadilan ?
Bahkan pada pemerintahan yang menegakkan keadilan, binatangpun tidak mau bertengkar. Demikian yang menjadi kesaksian masyarakat saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintah mereka. Jadi bagaimana jika masih banyak kita saksikan kerusuhan, tawuran, dan tindak kekerasan ?
Kepemimpinan sangat besar pengaruhnya dalam membentuk kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.